Selasa, 25 September 2012

SELUK BELUK TUTUR TINULAR bag. 3


    4.   Serial Televisi
Sukses dalam sandiwara radio dan film layar lebar, Tutur Tinular kemudian diangkat ke layar perak oleh PT. Genta Buana Pitaloka pada tahun 1997. Serial ini disutradarai oleh Muchlis Raya dan skenario ditulis oleh Imam Tantowi. Ditayangkan pertama kali pada tanggal 25 Oktober 1997 di ANTeve (Season 1), Indosiar (Season 2) dan RCTI (Season 3).
Sukses di ANTeve, sinetron serial Tutur Tinular kemudian dilanjutkan ke bagian dua yang ditayangkan di Indosiar. Adapun bagian pertama berkisah tentang kehidupan awal Arya Kamandanu sampai peresmian Sanggrama Wijaya sebagai raja Kerajaan Majapahit. Sementara bagian kedua berkisah tentang pemberontakan Ranggalawe sampai pemberontakan Ra Kuti. Dengan demikian, serial sinetron Tutur Tinular merupakan visualisasi gabungan dua sandiwara radio, yaitu Tutur Tinular dan Mahkota Mayangkara.
Setelah sukses ditayangkan di dua stasiun televisi yaitu ANTeve, Indosiar dan RCTI, Gentabuana Pitaloka mengubah format serial tersebut menjadi FTV (film televisi) dengan total keseluruhan berjumlah 27 episode, yaitu:



  1. Kidung Cinta Arya Kamandanu
  2. Wasiat Mpu Gandring
  3. Pelangi di Langit Singasari
  4. Pedang Naga Puspa
  5. Pertarungan di Candi Sorabhana
  6. Kembang Gunung Bromo
  7. Balada Cinta Mei Shin
  8. Satria Majapahit
  9. Bunga Tunjung Biru
  10. Ayu Wandira
  11. Prahara di Gunung Arjuno
  12. Senjakala di Kediri
  13. Mahkota Majapahit
  14. Tragedi di Majapahit
  15. Jurus NagapPuspa
  16. Misteri Keris Penyebar Maut
  17. Pengorbanan Mei Shin
  18. Pendekar Syair Berdarah
  19. Dendam Arya Dwipangga
  20. Korban Birahi
  21. Prahara Naga Krisna
  22. Karmaphala
  23. Wanita Persembahan
  24. Pangeran Buron
  25. Pemberontakan Nambi
  26. Dendam Ra Semi
  27. Gajahmada

 


























 
 













Adapun para artis yang membintangi serial ini antara lain:
Khusus untuk adegan pembuatan Pedang Naga Puspa yang dikisahkan terjadi di istana Kubilai Khan, tidak segan-segan para artis dan kru sinetron ini melakukan pengambilan gambar di Cina seperti di Tembok Besar China dan beberapa tempat lainnya, dengan menggandeng Studio Cho Cho Beijing untuk bekerja sama. Penyutradaraan selama pengambilan gambar di Cina dikerjakan oleh Prof. Mu Tik Yen sutradara kenamaan asal China spesialis sinema kolosal. Adapun para artis Cina yang ikut terlibat dalam pembuatan seri ini adalah:
Tidak hanya itu, Li Yun Juan melanjutkan perannya untuk penggambilan gambar di Indonesia sebagai Mei Shin yang merupakan tokoh utama wanita dalam serial ini.
Dalam sinetron tersebut digunakan teknologi dubbing, yang masih menggunakan suara para artis PT. Prathivi Kartika Film sebagaimana versi sandiwara radio. Walaupun ada beberapa tokoh yang tidak di dubbing oleh pengisi suara yang sebenarnya sebagaimana penokohan dalam sandiwara radionya, sinetron ini masih patut untuk di tonton, seperti contohnya tokoh Arya Dwipangga yang dalam sandiwara radio di perankan oleh M. Aboed namun dalam sinetron ini dubbing oleh Petrus Urspon walau akhirnya pada season kedua tokoh Arya Dwipangga akhirnya di dubbing juga oleh tokoh aslinya dalam sandiwara radio yaitu M. Aboed, dalam berbagai judul sandiwara radio M. Aboed adalah spesialis untuk tokoh dengan aksen-aksen suara yang khusus untuk melantunkan syair-syair seperti dalam tokoh Arya Dwipangga ini yang dalam penokohannya adalah seorang sastrawan dan seorang pendekar yang selalu melantunkan syair-syair yang indah dan mengerikan, dengan syairnya Arya Dwipangga mampu menaklukkan banyak wanita namun dengan syairnya juga ia mampu melukai bahkan membunuh para musuh-musuhnya.


5.     Tutur Tinular versi 2011
Karena sukses besar pada serial televisi sebelumnya, pada tahun 2011, Tutur Tinular kembali diangkat dan dikemas dalam sebuah sinetron dengan warna yang berbeda menjadi sebuah serial laga oleh Genta Buana Paramita yang ditayangkan di Indosiar. Tutur Tinular Versi 2011 ini juga banyak melibatkan aktor-aktor pendatang baru. Proses sulih suara yang menjadi ciri khas sinetron laga pun ditiadakan. Berbeda dengan versi lama tahun 1997 yang tayang satu minggu satu kali, maka versi 2011 ini tayang setiap hari dengan durasi selama 2 jam.
Meskipun pada awal penayangannya, serial laga ini sudah masuk dalam rating 10 besar program televisi pilihan di Indonesia. Namun serial yang salah satu Sutradaranya berasal dari India ini banyak menuai kritik dan protes dari para pecinta fanatik sandiwara Tutur Tinular. Hal ini dikarenakan alur cerita yang banyak melenceng dari cerita aslinya yang sarat dengan kejadia-kejadian sejarah. Tutur Tinular versi 2011 lebih menonjolkan sisi fiktifnya saja seperti kisah percintaan dan konflik dalam keluarga, dengan selingan lagu dangdut seperti halnya film India, serta bermunculan tokoh-tokoh baru yang tidak ada dalam versi sandiwara radio, seperti, pahlawan bertopeng, Respati dan Laksmi, juga Pangeran Bentar yang sebenarnya merupakan tokoh dalam cerita Saur Sepuh ciptaan Niki Kosasih, Dan setelah beberapa episode muncul juga beberapa tokoh yang diambil dari kisah atau legenda yang berbeda, seperti Khanza, Little Krishna, dan Arimbi, yang notabane adalah tokoh dari karya besar Mahabharata, menyusul kemudian Mak Lampir dan Gerandong dari cerita Misteri Gunung Merapi. Di samping itu, kostum dan lokasi kerajaan yang digunakan juga tidak mencerminkan era Hindu - Budha zaman Kerajaan Singhasari - Majapahit, melainkan lebih mirip era kerajaan Mataram Islam, sedangkan kebudayaannya pun mirip seperti campuran Melayu, India, dan China. Selain itu, ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Tutur Tinular versi 2011 telah menjiplak berbagai serial televisi dan film impor, seperti Glee yang ditayangkan di FOX.
Namun kontroversi yang muncul akibat pencampur-adukan tokoh, cerita dan alur yang tidak jelas tak membuat tayangannya berhenti. Pihak produser ataupun televisi sepertinya tak terpengaruh dan acuh dengan semua komentar miring yang ditujukan untuk Tutur Tinular Versi 2011. Mereka tetap memproduksi dan menayangkan serial ini karena rattingnya masih cukup bagus.
Banyak penggemar Tutur Tinular asli yang bertanya-tanya mengapa pak Tijab sang penulis asli rela karyanya diobrak-abrik sedemikian rupa. Apakah karena sudah dibeli produser dengan harga tinggi (tentunya sang penyandang dana ini tahu bahwa nama besar ‘tutur tinular’ akan dapat menjaring penonton sebanyak-banyaknya). Tapi terdengar rumor juga bahwa Pak Tijab terlanjur tanda tangan kontrak yang menyetujui bahwa tutur tinular akan dibuat versi lebih baru. Tapi tak pernah tahu hasilnya akan seperti Tutur Tinular Versi 2011 yang sedang tayang saat ini.
Entahlah, semoga saja I ndosiar segera memperbaiki tayangannya.

Selasa, 04 September 2012

SELUK BELUK TUTUR TINULAR bag.2


1.     Film Layar Lebar
Sukses sandiwara radio Tutur Tinular membuat para sineas mengangkat kisah ini ke dalam film layar lebar. Tercatat ada empat film Tutur Tinular dengan judul sebagai berikut:
  • Tutur Tinular I (Pedang Naga Puspa) (1989)
Seri pertama ini diproduksi oleh PT. Kanta Indah Film, dengan disutradarai Nurhadi Irawan dan dibintangi Benny G. Raharja sebagai Arya kamandanu, Baron Hermanto sebagai Arya Dwipangga, Yoseph Hungan sebagai Mpu Ranubhaya, Elly Ermawatie sebagai Mei Shin, dan Lamting sebagai Lo Shi Shan.
Kisah diawali dengan kehidupan Arya Kamandanu dan Arya Dwipangga yang memperebutkan gadis kembang desa bernama Nari Ratih. Berlanjut kemudian dengan kedatangan utusan Kaisar Kubilai Khan dari bangsa Mongolia yang menginginkan Prabu Kertanagara menyatakan tunduk. Dalam perjalanan kembali ke negerinya, utusan tersebut menangkap dan membawa serta Mpu Ranubhaya, guru Kamandanu.
Di negeri Cina, Ranubhaya menciptakan Pedang Nagapuspa yang kemudian diserahkan kepada pasangan suami istri Lo Shi Shan dan Mei Shin. Kedua pendekar ini lantas terdampar di Pulau Jawa di mana mereka menjadi buronan para pendekar berwatak jahat yang mengincar Pedang Nagapuspa. Akhirnya Lo Shi Shan terbunuh, sedangkan Mei Shin ditolong oleh Arya Kamandanu.
Sukses dengan Tutur Tinular 1, PT. Kanta Indah film kembali memproduksi Tutur Tinular 2 dengan Judul Pedang Naga Puspa Kresna. Seri kedua ini disutradarai oleh Abdul Kadir dan Prawoto S. Rahardjo, dengan dibintangi oleh Hans Wanaghi sebagai Arya Kamandanu, sedangkan Mei Shin diperankan oleh Linda Yanoman.
Film dengan durasi 84 menit ini menceritakan kelanjutan dari seri pertama. Setelah kematian suaminya, Mei Shin ditampung oleh Kamandanu. Kecantikan perempuan Cina ini membuat Arya Dwipangga tergoda, meskipun ia sudah mempunyai istri. Terjadilah pemerkosaan dengan memanfaatkan obat bius, di mana Mei Shin sampai mengandung. Meskipun sakit hati karena ulah kakaknya, Kamandanu tetap berjiwa besar mau menikahi Mei Shin. Kemudian Mei Shin memberikan Pedang Nagapuspa kepada Kamandanu.
Dwipangga yang sakit hati melaporkan ke Kediri bahwa pedang Naga puspa berada di tangan Kamandanu. Akibatnya, pihak Kediri pun menyerang rumah ayahnya. Dalam serangan itu Mpu Hanggareksa, ayah Dwipangga dan Kamandanu, terbunuh.
Tutur Tinular 3 di produksi PT. Elang Perkasa Film, dengan sutradara Prawoto S. Rahardjo yang dibintangi Sandy Nayoan sebagai Arya Kamandanu, dan Baron Hermanto sebagai Arya Dwipangga.
Seri ketiga ini mengisahkan kekacauan di wilayah Kerajaan Majapahit akibat ulah Arya Dwipangga yang muncul kembali sebagai Penddekar Syair Berdarah. Di lain pihak juga muncul Mpu Tong Bajil yang menculik beberapa anak kesatria demi menyempurnakan ilmu silatnya. Salah satu yang ia culik adalah Panji Ketawang, anak Dwipangga yang diasuh Kamandanu.
Terjadilah pertarungan segitiga antara Kamandanu, Dwipangga, dan Bajil. Kamandanu yang terluka parah ditolong istrinya, yaitu Sakawuni dan dibawa ke tempat Mpu Lunggah. Berkat pertolongan Mpu Lunggah dan putrinya yang bernama Luh Jinggan, Kamandanu dapat pulih kembali dan mengalahkan Mpu Bajil.
Seri keempat yang disutradarai Jopijaya Burnama ini mengisahkan intrik yang ditimbulkan Ramapati (diperankan Remy Sylado) untuk menyingkirkan Arya Kamandanu dari Kerajaan Majapahit. Kamandanu kali ini diperankan kembali oleh Benny G. Rahardja, nampaknya dia lebih cocok jadi Kamandanu daripada Sandy Nayoan ataupun Hans Wanagi. Disinilah Ramapati menjadi tokoh yang licik dan culas. Dia juga berusaha membunuh Sanggrama Wijaya raja Majapahit, dan menggantinya dengan putra mahkota, Jayanagara, agar bisa menjadi raja boneka bagi dirinya.
Ulah Ramapati tersebut mendapat bantuan seorang wanita bernama Dewanggi (diperankan Fitria Anwar, serta dengan memperalat Dewi Sambi (istri Mpu Tong Bajil) sebagai penebar racun. Rencana jahat meracuni raja tersebut dapat digagalkan Kamandanu yang membawa tabib bernama Nyai Paricara, yang tidak lain adalah Mei Shin. Tapi Nyai Paricara tak pernah mau mengaku pada Kamandanu bahwa dia adalah Mei Shin.
Disaat film layar lebarnya sedang booming, maka dibuatlah serial televisi sekuel Tutur Tinular yaitu Mahkota Mayangkara dan tayang di TPI ( sekarang MNCTV ) pada tahun 1991/1992.


2.   NOVEL DAN RIWAYAT PENULIS
Sedangkan untuk novel ini sendiri sebenarnya sudah ditulis oleh Buanergis Muryono sampai dengan kurang lebih 20 judul buku Novel, yang mengadaptasi langsung dari Naskah Sandiwara Radio Tutur Tinular karya S. Tidjab. Namun hingga saat ini yang baru terbit hanya sampai dengan Empat buah Judul, yaitu:

1. Pelangi Diatas Kurawan
2. Cinta Yang Terkoyak
3. Nurani Yang Tercabik
4. Lembah Berkabut

Berikut Biodata Penulis Asli  Sandiwara Radio Tutur Tinular dan penulis Novel Tutur Tinular

S. TIDJAB
 S. Tidjab lahir di Solo, ia telah aktif bergumul di dunia kesenian sejak remaja. Salah satu pendiri Teater Kecil ini memiliki pengalaman yang cukup matang sebagai penulis.
 Karya tulisannya untuk sinetron TVRI antara lain:
Pasien Terakhir, Sang Guru, Sopir Opelet, Pohon Anggur. Menjadi Karyawan Sanggar Prathivi tahun 1983-1990, sebagai penulis dan sutradara, ia mengasuh program ABC Drama, Kesejahteraan Tani dan Desa versi Jawa dan Indonesia. Menulis dan menyutradarai video dokumenter Penyu Laut dalam Bahaya; dan Becak untuk Sanggar Prathivi. Selain itu, ia juga mengolah naskah serial sandiwara radio dari novel Nagasasra Sabuk Inten, Pelangi di Langit Singasari, Sepasang Ular Naga di Satu Sarang (SH. Mintardja); dan Pangeran Jaya Kusuma (Herman Praktikto).
 Karya tulisannya dalam sandiwara radio adalah;
serial Tutur Tinular (720 seri), Mahkota Mayangkara (720 seri), Kaca Benggala (720 seri), Kidung Keramat (720 seri). Menulis skenario Film Tutur Tinular I, Mahkota Mayangkara 52 episode untuk TPI, Mahkota Majapahit 26 episode untuk RCTI.

Drs. Buanergis Muryono, MA
Buanergis Muryono (Mas Yono), lahir di Jepara 11 Oktober 1966. Lulus dari Fakultas Sastra Jurusan Sejarah disiplin Ilmu Sastra dan Filsafat di Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 1991. Ia sangat aktif berteater dari kecil sampai sekarang.
 Kariernya dimulai sebagai penulis cerita Sanggar Shakuntala, Surakarta (1989-1992), Sanggar Cerita Prathivi Grup, Jakarta (1992-1998), Studio Icons, Bandung (1996-1999). Saat ini ia bekerja sebagai penulis cerita lepas antara lain di Studio Red Rocket, Bandung (1999-sekarang), Studio Duta Animasi Nusantara, Jakarta (1999-sekarang), Studio Wissta Animation & Emperor P.T. UCP, Jakarta (2000-sekarang), dan mengasuh Sanggar Akting Mariska, Jakarta.
 Karya-karya sandiwara radionya antara lain;
Misteri Villa Baiduri, Ketiban Pulung (bahasa Jawa), Refangga, Dasa Ratna, Wahyu Astabrata, Kembar Mayang, Kembang Wiswayana, Sauh Kala Bendu, dan masih banyak lagi. Ia juga banyak terlibat dalam penulisan karya animasi dan serial TV, antara lain Timun Mas, Joko Tingkir, 13 Real World Story Dongeng untuk Aku dan Kau, Petualangan Kyko, Ande-Ande Lumut, Nyai Lara Kidul, Lima Pohon Sorga, Ajisaka, Kodok Ngorek, dan Puteri dalam Lukisan. Aktif menulis buku-buku panduan yang telah diterbitkan di beberapa penerbit antara lain: Teater untuk Anak (1997), Menjadi Artis Dubber Professional (1997), Menjadi Artis Ngetop (2000), Menjadi Artis Model, (2000) dan Seni Produksi Animasi (2000). Cerita, Screenplay, dan design produksi animasi Mas Yono dalam Dewi Mayangsari produksi Emperor Home Video, WISSTA FILM, dan DOT menjadi Pemenang Festival Film Animasi 2001 kategori VCD. Dua karyanya menjadi Nominator Festival Film Animasi 2001 kategori TV seri, yaitu Klilip dan Putri Bulan (script) produksi Red Rocket Animation dan Son of Earth (cerita dan screenplay). Bersama penyair Cyber, ia berantologi dalam Graffiti Gratitute, 2001, menerbitkan dua album Puisi Nurani yang Tercerabut dan Suara Sahabatku (1997). Cerita Film dan Video Si Pahit Lidah (1999) dan Surat dari Ibunda (1996) mendapat penghargaan dari Deppen RI. Di samping itu, ia juga sangat aktif membuat lakon/cerita panggung.

bersambung lagi.............
baca tulisan sebelumnya di 
http://cakrabuanaku.blogspot.com/2012/09/seluk-beluk-tutur-tinular.html