Aku mengenal Raina sejak 2 tahun lalu, saat kami
sama-sama mengikuti acara sebuah seminar pelajar di bandung. Dan sejak menatap
matanya yang begitu bening aku tak pernah bisa melupakannya. Membuatku ingin
selalu menatapnya. Tak disangka-sangka perasaanku bagai gayung bersambut. Raina
punya perasaan yang sama denganku.
“Raina, kau tau apa yang pertama kali membuatku
tertarik padamu?”. Tanyaku suatu ketika
“Apa ? “. Tanyanya bergelayut manja dilenganku.
“Matamu”. Jawabku singkat.
“Ihh… ngeledek ya, mentang-mentang aku pakai
kacamata!”. Raina merajuk marah membetulkan kacamatanya.
“Ehh dengar dulu”.
Aku menarik tangannya mendekat padaku kemudian beralih
memegang kacamata minus yang dia pakai lalu perlahan melepasnya. Aku menatap
lekat mata Raina dan membuat wajah gadis tersayangku itu tersipu malu.
“Mata yang kau sembunyikan itu begitu indah”. Suaraku
perlahan masih tetap menatap matanya.
* * *
Setangkai mawar dan sebungkus cokelat sudah kusiapkan
didalam tas sekolahku. Hari ini ulang tahun Riana. Aku menunggunya didepan
sekolahnya saat jam pelajaran telah berakhir. Tapi sampai semua siswa
sekolahnya telah pulang, tak juga dapat kutemui Raina. Kemana dia. Apa dia
sakit?. Berbagai fikiran berkecamuk dalam hatiku. Karena memang sejak pagi telfonnya
tak diangkat saat aku mencoba menghubunginya. Aku bergegas menuju rumahnya. Dan
perasaanku semakin kacau karena ramai sekali orang-orang dirumanya dengan raut
muka sedih.
“Mang Darman, ada apa ini?”. Aku bertanya pada sopir
keluarga Raina yang kebetulan aku sangat mengenalnya.
“ Mas Raka, yang sabar ya, Neng Raina telah pergi
untuk selama-lamanya”. Ucap Mang Darman penuh kesedihan.
Terlalu klise untuk mengucap bagai petir disiang hari,
ternyata di hari ulang tahunnya Raina telah pergi untuk selama-lamanya. Dan
menurut keluarganya, Raina meninggal karena kanker mata yang telah akut
sehingga akhirnya merenggut nyawanya.
Ah Raina, mata itu ternyata…..
Turut berdukaaaa
BalasHapusJakarta || Banten ||Lombok
fiksi kok hehe
Hapus